fun fact: aku lebih suka film ini daripada oldboy, but then again aku belum nonton lady vengeance :d maksud hati menghibur diri, namun apa daya film yang ditonton ternyata begini. rehat dari mengerjakan pr struktur baja, diriku mencari pemandangan lain selain rumus-rumus, angka-angka, dan tabel-tabel. beralihlah kepala ini ke laptop. ditontonlah film berjudul sympathy for mr. vengeance. bujug buneng. selain samsung, kimchi, grup k-pop, webtoon, k-drama, magic jar, sebenernya korea selatan punya produk dalam negeri unggulan. apa itu? revenge thriller films. walaupun jumlah produksi filmnya tidak sebesar industri film hollywood/bollywood/nollywood atau wood - wood yang lebih produktif lainnya, terbukti selama 2 dekade belakangan, produk film thriller-balas dendam mereka terjaga kualitasnya. kemaren, pas aku balik ke purwokerto, aku ngobrol santai sama sahabat aku sambil ngubeng-ngubengin gramedia rita supermall karena kita #crazysnobbishpoorbanyumasan dan aku lagi nyari komik gyo-nya junji ito yang volume kedua. sahabatku itu demen banget the handmaiden. aku tanya doi, "anjir, kenapa ya korea selatan film thrillernya bagus-bagus belakangan ini?" doi menjawab, "itu karena mereka membuat pasar baru untuk film jenis-jenis itu." mataku menyipit. aku mengernyitkan dahi. "kok bisa?" doi membalas, "jadi mereka itu nggak play safe kek hollywood." aku cuma mengangguk tanda nggak mudeng. hmm. hmm. abis itu kita ngehujat buku self-insert fanfiction tentang marriage life dengan grup k-pop bts. pengalamanku baru seupil sih kalo tentang tonton-menonton film, apalagi genre film yang aku bahas kali ini. paling kalo ditanya temen, "film korea apa yang paling bagus menurutmu, kar?" akan kujawab: "jsa. joint security area. kamu musti nonton!" kenapa film korea selatan terbaik menurut aku bukan film miracle in cell no. 7 kek yang di-posting di akun terkutuk amazing video di line kemaren? lha wong aku belum nonton filmnya. lanjut. selain jsa, mungkin aku juga akan rekomendasiin sympathy for mr. vengeance sih setelah nonton malem ini. the handmaiden ndak bisa kurekomendasi (kecuali ke orang-orang tertentu yang aku tau emang sudah menyerahkan segenap jiwa dan raga untuk kegiatan menonton film) karena nanti aku bisa dilaporin ke fpi terus aku diculik terus aku dibakar terus aku di- stop. secara pribadi, yang aku demen dari film-film thriller ini adalah... mereka ndak meng-glorifikasi aksi balas dendam ini. brutal? iya. sadis? iya. eksplisit? iya. sakit-sakit nyeleketit? iya. keren? secara sinematis? iya. somehow satisfying? actually... yes. tapi... pelaku balas dendam di film tersebut 'kan manusia, ya 'kan? mosok kancil. yang membedakan manusia dari kancil 'kan manusia itu hewan yang punya akal dan hati nurani, sedangkan kancil tidak punya kedua hal tersebut di dunia nyata, punyanya di fabel. melakukan aksi balas dendam di dunia nyata, bagi manusia normal, aku kira sih, merupakan loncatan yang cukup drastis dari ritme kehidupan manusia pada umumnya, dimana harus ada suatu dorongan yang amat kuat bagi seseorang untuk melakukan aksi yang bisa dibilang, nggak normal. intinya, melakukan aksi balas dendam itu susah, dan hal itu jelas akan berdampak besar bagi pelaku (dan mereka yang kena dendam pelaku tentu saja) mulai dari segi fisik, mental, finansial, sosial, etc, etc, etc. tapi setelah menonton beberapa film-film genre ini, aku menemukan suatu hal yang hampir selalu hadir di film-film itu: it's not a good ending bagi si pelaku balas dendam. mulai dari sekedar rasa bersalah yang hanya bisa diwujudkan melalui tangis semata sampai kejutan dari malaikat pencabut nyawa, pelaku sendiri juga merupakan korban aksi balas dendamnya. jadi, deritanya dobel gitu. diriku menganggap hal itu sangat menarik, karena, sebelumnya, menurut aku film dengan aksi balas dendam tuh tujuannya cuma satu: kepuasan batin baik bagi pelaku di film maupun penonton. justice is served. selesai. film bubar. penonton bubar. eh, ternyata... jadi, aku tuh suka, film-film dari korea selatan ini, karena menurut aku filmnya tuh... humanis. anjir, balas dendam kok humanis? otakmu keseleo apa kenapa, gong? humanis dalam artian: 1. karakter-karakter di film tersebut terasa masih grounded walaupun iya... ada exagerration di sana-sini. namanya juga film. 2. konsekuensi yang dialami si pelaku balas dendam. konsekuensinya terasanya cukup nyata bagiku. kek, can it happen in real life? oh, bisa aja. gitu sih. ah yak, sympathy for mr. vengeance yak. hidup tuh kadang ngelawak tapi nggak lucu. kadang. hal ini menimpa dua karakter utama kita, si pemuda bisu dan tuli, beserta bapak presiden perusahaan. dua-duanya orang baik. cuma hidup aja yang lagi mood ngejayus. makanya dua orang ini sepanjang film apes terus-terusan. mungkin ini cara dia yang menguasai kehidupan untuk "nyubit" mereka yang nyari uang operasi dengan cara tidak halal, atau mereka yang telah mengecewakan pegawai mereka yang bertahun-tahun setia mengabdi hanya untuk dipecat di masa kritis. tapi nyubitnya kesakitan oy. sympathy for mr. vengeance gambarnya tertata rapih. mayoritas film pake kamera yang posisinya still. walaupun mungkin dianggap membosankan oleh beberapa orang (kok gambarnya gitu-gitu aja gitu), bagi aku, posisi kamera yang begitu itu membuatku tenang, ndak pusing, soothing, lebih konsentrasi, pokoke enak lah nek ditonton, daripada kamera yang oyag-ayeg kek ada gempa 5 sr. ada sih beberapa gerakan kamera, bahkan yang shaky, tapi cuma singkat kok. terus... dulu pas aku pertama kali nulis skrip film pendek pas aku masih jadi maba (mahasiswa baru, tapi sekarang juga masih maba sih, mahasiswa bangkotan), ditegur sama kakak tingkat di klub film: "skripnya revisi. inget, prinsip utama: show, don't tell." biarkan gambar yang bercerita. nah, menurut aku, film ini merupakan salah satu contoh yang sangat baik dalam hal penerapan prinsip tadi. sepanjang paruh kedua film, dialog diminimalkan, penonton diajak untuk menonton, bukan tertidur mendengar dialog. yang jadi senjata utama film, selain gambar, itu akting dua tokoh utama di sini. yang satu kebetulan pemuda bisu dan tuli. jadi mulai dari gerak, gestur, ekspresi ya harus ditangkap kamera semaksimal mungkin biar penonton mudeng apa yang sedang diutarakan pemuda ini. yang satu lagi bapak presiden perusahaan yang sudah lelah hidup. hidup aja lelah. apalagi sekedar ngomong? so pasti, act to the max lah, tapi ndak lebay kok tenang aja. masih sesuai porsinya. kalian percaya aja deh sama kemampuan akting bapak song kang-ho ini. yang sering nonton film-film korea selatan yang top-notch pasti familiar sama muka bapak yang satu ini. menurutku film ini heavily relied on 3 points: 1. cerita. 2. akting. 3. gambar. dibantu musik. yang tiba-tiba ngak-ngik-ngok sebagai penggambaran kalutnya pikiran dan hati tokoh utama dan penonton. special effect ada, tapi cuma seuprit. dan, being made in 2002 dan bukan dari major studios of hollywood, maklumin aja lah kalo cgi masih kelihatan kasar. favorite part dari film ini? pas credit rolls. bukan aku suka filmnya kalo udah selese ya tolong. tapi, apa yang terdengar faintly sepanjang credits bergulir itu merupakan... sebuah reminder bagi kita yang masih ngerasa kalo kita itu masih manusia biasa. akhir kata, sympathy for mr. vengeance itu menurutu merupakan salah satu karya terbaik bapak park chan-wook selain jsa dan the handmaiden, dimana bapak park chan-wook ini juga merupakan salah satu filmmaker terbaik saat ini. jadi... nikmatin aja gaes karya-karya dia selama dia masih produktif. mending hidup kalian dihabiskan buat nonton film-filmnya bapak park chan-wook daripada dihabiskan untuk mikirin mantan yang ndak mikirin kalian. sekian.